Dalil Tentang Berhubungan Badan Suami Istri Di Malam Jum'at


Sudah menjadi kebiasaan kalau setiap malam Jumat banyak perbincangan baik dengan cara lewat komunikasi langsung atau telepon atau lewat media sosial seperti sms, bbm, line, Facebook, twitter dan lain-lain yang isinya tentang perkataan Sunnah Rasul. Menurut mereka, istilah Sunnah Rasul yang popular yang dimaksud pada malam Jum’at adalah hubungan badan antara suami isteri. Bahkan kebanyakan persepsi dari masyarakat awam yang meyakini bahwa berhubungan intim antara suami istri pada malam Jum’at pahalanya sama dengan membunuh 40 orang kafir dalam peperangan jihad fi sabilillah. Bahkan juga ada yang mengatakan pahalanya sama dengan membunuh 100 atau 1000 orang yahudi. Mungkin saja apa yang mereka katakan hanya ikut-ikutan saja  tanpa mengetahui apakah ada dalilnya atau tidak. Karena persepsi masyarakat awam terjadi pemahamann bahwa hubungan intim antara suami isteri pada malam Jum’at itu disunnahkan dan inilah yang sering dipraktekkan. Memang ada dasar yang bersumber dari hadits yang mungkin dijadikan sebagai dasar atau dalil, akan tetapi ada pemahaman yang kurang tepat yang dipahami oleh mereka.
Pada dasarnya, hubungan intim antara suami istri termasuk ibadah yang mendapatkan pahala sebagaimana hadits yang disebutkan dalam kitab shahih muslim, bahwa rasulullah SAW bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
Artinya: Dan pada kemaluan (persetubuhan) kalian terdapat sedekah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang menyalurkan syahwatnya lalu dia mendapatkan pahala? Beliau bersabda: Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa? Demikian halnya apabila hal tersebut diletakkan pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala.(HR. Muslim)
Adapun ungkapan jima’ atau hubungan intim antara suami isteri pada malam jum’at pahalanya sama dengan membunuh 40 orang kafir dalam peperangan jihad fi sabilillah atau pahalanya sama dengan membunuh 100 atau 1000 orang yahudi tidak ada dasar atau dalil shahih yang menyatakan tersebut. Bahkan dalam sebuah acara di televisi yang di siarkan RCTI dengan judul  "Hadist-hadist palsu" yang nara sumbernya Prof.DR.KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, beliau menjelaskan bahwa tidak ada dasar atau dalil yang bersumber dari Rasulullah SAW, baik di kumpulan hadits dhaif maupun  hadits shahih. Kalimat tersebut tidak mempunyai sanad ke sahabat, apalagi ke Rasulullah SAW. bahwa perkataan Sunnah Rasul pada malam jumat yang berkaitan dengan hubungan intim antara suami dan isteri di atas adalah sama sekali bukan hadits, itu adalah hadits palsu  yang telah dikarang oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang mengatas namakan Rasulullah SAW
Berkaitan dengan keutamaan melakukan jima' pada malam jum'at atau hari jumat apakah ada dalil yang menyatakan seperti itu. Sebagaimana yang di tulis oleh Badrul Tamam dalam artikelnya beliau   menunjukkan  hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
Artinya :"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).
Pendapat di atas juga mendapat penguat dari riwayat Aus bin Aus radliyallah 'anhu yang berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077, dan Ahmad no. 15585 dan sanad hadits ini dinyatakan shahih)
Para ulama memiliki ragam pendapat dalam memaknai "ghuslal janabah" (mandi janabat). Sebagaian mereka berpendapat bahwa mandi tersebut adalah mendi janabat sehingga disunnahkan bagi seorang suami untuk menggauli istrinya pada hari Jum'at. karena hal itu lebih bisa membantunya untuk menundukkan pandangannya ketika berangkat ke masjid dan lebih membuat jiwanya tenang serta bisa melaksanakan mandi besar pada hari tersebut. Pemahaman ini pernah disebutkan oleh Ibnu Qudamah dari Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan juga disebutkan oleh sekelompok ulama Tabi'in. Imam al-Qurthubi berkata, "sesungguhnya dia adalah pendapat yang peling tepat." (Lihat: Aunul Ma'bud: 1/396 dari Maktabah Syamilah)
Menurut penjelasan dari Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam Tuhfatul 'Arus, bahwa yang dimaksud dengan mandi jinabat pada hadits di atas adalah melaksanakan mandi bersama istri. Ini mengandung makna bahwa sebelumnya mereka melaksanakan hubungan badan sehingga mengharuskan keduanya melaksanakan mandi. Hikmahnya, hal itu disinyalir dapat menjaga pandangan pada saat keluar rumah untuk menunaikan shalat Jum'at. Adapun yang dimaksud dengan bergegas pergi menuju ke tempat pelaksanaan shalat Jum'at pada awal waktu, adalah untuk memperoleh kehutbah pertama. (Lihat: Tuhfatul Arus dalam Edisi Indonesia Kado Perkawinan, hal. 175-176)

Sehingga dipertegas lagi bahwa yang dimaksud hubungan intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.
وقال السيوطي في تنوير الحوالك: ويؤيده حديث: أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته. أخرجه البيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة.
As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.
Dan sah-sah saja jika mandi Jum’at digabungkan dengan mandi junub. Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang meniatkan mandi junub dan mandi Jum’at sekaligus, maka maksud tersebut dibolehkan.” (Al Majmu’, 1: 326)
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan, apabila kita menganggap pendapat ini adalah pendapat yang kuat, maka anjuran melakukan hubungan intim di hari Jumat seharusnya dilakukan sebelum berangkat shalat Jumat di siang hari, bukan di malam Jumatnya, karena batas awal waktu mandi untuk shalat Jumat adalah setelah terbit fajar hari Jumat. Tentang anjurannya pun juga masih diperselisihkan oleh para ulama karena tafsiran yang berbeda dari mereka mengenai hadits di atas.







Previous
Next Post »
Lazada Indonesia Hosting Indonesia